Partai Politik sebagai Sarana Pendidikan Politik Masyarakat
Partai politik
(parpol) sekarang sudah dianggap gagal dalam memberikan pendidikan politik
nilai dan membumikan demokrasi substansial. Pendidikan politik yang diberikan
justru kian meneguhkan anggapan bahwa politik itu kotor dengan manuver dan affair
politik yang selama ini dilakukan politisi partai. Pendidikan politik oleh
parpol akhirnya tak lebih dari pembodohan masyarakat yang mengatasnamakan
rakyat, bangsa, negara, demokrasi untuk melegitimasi langkah politis mereka
dalam meraih kekuasaan pemerintahan
Di Indonesia
fungsi-fungsi parpol diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik. Secara gamblang UU itu mengatakan, parpol memiliki
fungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat; perekat persatuan dan
kesatuan bangsa; penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi masyarakat;
partisipasi politik warga negara; dan rekrutmen politik dalam proses pengisian
jabatan publik.
Sudah menjadi
rahasia umum, kehadiran parpol benar-benar terasa hanya pada saat-saat
mendekati pemilu. Pada masa-masa itu parpol menjadi begitu populer di kalangan masyarakat sehingga mereka
tampil seolah-olah ingin menjadi juru selamat bagi masyarakat yang tertindas.
Begitu pemilu selesai, bulan madu parpol-rakyat pun usai. Parpol menarik diri,
lalu sibuk menyuarakan kepentingan intern partai atau kelompok elite partai.
Partai tiba-tiba menjadi asing lantaran aktivitas dan isu-isu politiknya tidak
menyentuh kepentingan masyarakat.
Partai menjadi lupa akan fungsi yang
sebenarnya, fungsi
pendidikan politik parpol belum menunjukkan hasil yang signifikan bagi
peningkatan kesadaran politik masyarakat. Justru partai politik menuai kritik.
Karena parpol cenderung mengutamakan kepentingan kekuasaan atau kepentingan
para elit parpol ketimbang kepentingan untuk memajukan masyarakat, bangsa dan
negara. Ironisnya, pendidikan politik yang kerap dikumandang para elit parpol
hanya sebuah slogan tak bermakna. Kondisi ini menuntut setiap partai politik
untuk mengoreksi sejauhmana orientasi dan implementasi visi dan misi parpol
secara konsisten dan terus-menerus.
Hal inilah yang menarik penulis untuk mengkaji masalah
peran parpol dalam pendidikan politik masyarakat, sehingga platform partai
politik harus jelas menyentuh masyarakat, sehingga masyarakat memiliki
pengetahuan yang menyeluruh tentang kehidupan politik yang sehat dan
demokratis.
Seyogianya
kiprah partai politik di Indonesia bisa menampilkan diri sebagai agen
pencerahan. Sebab partai politik mengemban peran dan fungsinya yang kalau saja
dijalankan secara konsisten akan membawa perubahan pada peningkatan kesadaran
politik masyarakat. Tetapi pada kenyataan partai politik hanya mementingkan
dirinya sendiri dalam arti bahwa partai politik hanya memberikan pendidikan
politik untuk mereka yang menjadi
generasi partainya saja, tanpa memperdulikan fungsi yang sebenarnya, yaitu
memberikan pencerahan politik terhadap masyarakat.
Yang jadi
masalah pada bahasan ini adalah :
1. mengapa
partai politik harus memberikan pendidikan politik pada masyarakat ?
2. bagaimana bentuk-bentuk kegiatan partai politik
dalam memberikan pendidikan politiknya terhadap masyarakat ?
1. Partai
Politik
Partai politik
adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuannya adalah untuk
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara
konstitusional untuk melkasanakan kebijasanaan-kebijaksanaan mereka.
Dari pengertian
diatas bahwa partai politik itu memiliki orientasi untuk memperoleh kekuasaan,
tetapi partai politik juga harus mempertimbangkan dan memperhatikan konstituen
partai yang notabene adalah landasan besar bagi suatu parpol. Untuk itu partai
harus secara kontinyu melaksanakan fungsi-fungsinya dalam mengabdikan dirinya
pada masyarakat.
Setidaknya ada lima
fungsi yang harus dilakukan oleh
partai politik (Fadillah Putra, 2003:9-13), yaitu :
- fungsi artikulasi kepentingan, adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentigan, tuntutan dan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijkan publik.
- fungsi agregasi kepentingan, merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik.
- fungsi sosialisasi atau pendidikan politik, adalah partai politik mampu melakukan sosialisasi politik untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau dianut oleh suatu negara.
- fungsi rekruitmen politik, adalah proses seleksi atau rekruitmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrasi maupun politik.
- fungsi komunikasi politik, adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik
Miriam
Budiardjo (2004 : 163 – 164) menyebutkan ada 4 fungsi partai politik dalam
negara yang demokratis, yaitu :
- Partai politik sebagai sarana komunikasi politik
Untuk melihat
seberapa jauh peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik
rakyat, sekali lagi harus dilihat dalam konteks prospektif sejarah perkembangan
bangsa Indonesia itu sendiri. Pada awal kemerdekaan, partai politik belum berperan
secara optimal sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini
terlihat dari timbulnya berbagai gejolak dan ketidak puasan di sekelompok
masyarakat yang merasa aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk gerakan-gerakan
separatis seperti proklamasi Negara Islam oleh Kartosuwiryo tahun 1949,
terbentuknya negara negara boneka yang bernuansa kedaerahan. Negara-negara
boneka ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah persatuan dan
kesatuan. Namun kenapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh sebagian rakyat pada
waktu itu ? Jawabannya adalah bahwa aspirasi rakyat berbelok arah mengikuti
aspirasi penjajah, karena tersumbatnya saluran aspirasi yang disebabkan
kapasitas sistem politik
- partai politik sebagai sarana sosialisasi atau pendidikan politik
Budaya politik
merupakan produk dari proses pendidikan atau sosialisasi politik dalam sebuah
masyarakat. Dengan sosialisasi politik, individu dalam negara akan menerima
norma, sistem keyakinan, dan nilai-nilai dari generasi sebelumnya, yang
dilakukan melalui berbagai tahap, dan dilakukan oleh bermacam-macam agen,
seperti keluarga, saudara, teman bermain, sekolah (mulai dari taman kanak-kanak
sampai perguruan tinggi), lingkungan pekerjaan, dan tentu saja media massa,
seperti radio, TV, surat kabar, majalah, dan juga internet. Proses sosialisasi
atau pendidikan politik Indonesia tidak memberikan ruang yang cukup untuk
memunculkan masyarakat madani (civil society). Yaitu suatu masyarakat
yang mandiri, yang mampu mengisi ruang publik sehingga mampu membatasi
kekuasaan negara yang berlebihan. Masyarakat madani merupakan gambaran tingkat
partisipasi politik pada takaran yang maksimal.
- Partai politik sebagai sarana rekruitmen politik
Peran partai
politik sebagai sarana rekruitmen politik dalam rangka meningkatkan partisipasi
politik masyarakat, adalah bagaimana partai politik memiliki andil yang cukup
besar dalam hal: (1) Menyiapkan kader-kader pimpinan politik; (2) Selanjutnya
melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta (3) Perjuangan
untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas
yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan jabatan
politik yang bersifat strategis. Makin besar andil partai politik dalam
memperjuangkan dan berhasil memanfaatkan posisi tawarnya untuk memenangkan
perjuangan dalam ketiga hal tersebut; merupakan indikasi bahwa peran partai
politik sebagai sarana rekrutmen politik berjalan secara efektif.
Rekruitmen politik yang adil, transparan, dan demokratis pada
dasarnya adalah untuk memilih orang-orang yang berkualitas dan mampu
memperjuangkan nasib rakyat banyak untuk mensejahterakan dan menjamin
kenyamanan dan keamanan hidup bagi setiap warga negara. Kesalahan dalam
pemilihan kader yang duduk dalam jabatan strategis bisa menjauhkan arah
perjuangan dari cita-rasa kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi
masyarakat luas. Oleh karena itulah tidaklah berlebihan bilamana dikatakan
bahwa rekruitmen politik
mengandung implikasi pada pembentukan cara berpikir, bertindak dan berperilaku
setiap warga negara yang taat, patuh terhadap hak dan kewajiban, namun penuh
dengan suasana demokrasi dan keterbukaan bertanggung jawab terhadap persatuan
dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun bila
dikaji secara sekilas sampai dengan saat inipun proses rekruitmen politik belum berjalan secara terbuka, transparan,
dan demokratis yang berakibat pemilihan kader menjadi tidak obyektif.
- Partai politik sebagai sarana pengatur konflik
Secara umum
kita sering beranggapan bahwa konflik mengandung benih dan didasarkan pada
pertentangan yang bersifat kasar dan keras. Namun sesungguhnya, dasar dari
konflik adalah berbeda-beda, yang secara sederhana dapat dikenali tiga elemen
dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu: (1) Terdapatnya dua
atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam suatu konflik; (2)
Unit-unit tersebut, mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan,
tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun
gagasan-gagasan; dan (3) Terjadi atau terdapat interaksi antara unit-unit atau
bagian-bagian yang terlibat dalam sebuah konflik.
Konflik
merupakan suatu tingkah laku yang tidak selalu sama atau identik dengan
emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dan atau dikaitkan dengannya,
seperti rasa kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan
yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang luas yaitu
masyarakat. Pada taraf masyarakat, konflik bersumber pada perbedaan diantara
nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma di mana
kelompok tersebut berada. Demikian pula konflik dan bersumber dari
perbedaan-perbedaan dalam tujuan, nilai dan norma, serta minat yang disebabkan
karena adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosial ekonomis di
dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam kebudayaan-kebudayaan
lain.
Dalam
menjalankan peran sebagai pengatur konflik ini, partai-partai politik harus
benar-benar mengakar dihati rakyat, peka terhadap bisikan hati nurani
masyarakat serta peka terhadap tuntutan kebutuhan rakyat.
4. Pendidikan
Politik
Istilah
pendidikan politik dalam bahasa Inggris sering disamakan dengan istilah
political sosialization . Istilah political sosialization jika diartikan secara
harfiah ke dalam
bahasa Indonesia akan bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu dengan
mengunakan istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan istilah
pendidikan politik dengan istilah Sosialisasi Politik, karena keduanya memiliki
makna yang hampir sama. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah pendidikan
politik dalam arti sempit.
Menurut Ramlan
Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus
dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik. Surbakti (1999:117)
berpendapat bahwa :
Sosialisasi
politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik.
Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan
penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan
mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari
berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai
politik.
Rusadi
Kartaprawira (2004:54) mengartikan pendidikan politik sebagai “upaya untuk
meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi
secara maksimal dalam system politiknya.”
Berdasarkan
pendapat Rusadi Kartaprawira tersebut, maka pendidikan politik perlu
dilaksanakan secara berkesinambungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan
pemahamannya terhadap dunia politik yang selalu mengalami perkembangan.
Pembelajaran pendidikan politik yang berkesinambungn diperlukan mengingat
masalah-masalah di bidang politik sangat kompleks, bersegi banyak, dan
berubah-ubah.
Mochtar Buchori
(M. Shirozi, 2005: 30) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang
mendukung mulai berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara
pendidikan dan politik yaitu Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang
erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran penting
pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya
kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan
politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima,
pentingnya pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Penjelasan
Mochtar Buchori di atas, menggambarkan suatu keyakinan terhadap hubungan erat
antara pendidikan dan politik. Terdapat keyakinan yang sangat kuat bahwa
melalui pendidikan dapat menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas.
Paparan
penjelasan di atas, pada akhirnya dapat menimbulkan satu pertanyaan mengenai
hubungan pendidikan dengan politik. Akankah politik harus memasuki wilayah
pendidikan untuk menjalankan fungsi dan tujuannya dan juga sebaliknya? Melalui
pendidikan seorang siswa akan paham secara tidak langsung mengenai seluk beluk
politik. Begitu pula sebaliknya, bahwa dunia politik adalah salah satu sarana
untuk mengaplikasian berbagai ilmu yang teah didapat siswa melalui dunia
pendidikan. Para siswa tidak dapat acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di
luar dunia sekolahnya.
Sekiranya penjelasan di atas dapat menggambarkan bahwa
terdapat hubunga yang erat dan tak dapat dipisahkan antara pendidikan dan
politik. Kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang saling membutuhkan satu
sama lain.
Landasan Hukum Pendidikan Politik
Pendidikan
politik merupakan suatu sarana
untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik harus berpegang
teguh pada falsafah dan kepribadian integral dari keseluruhan pembangunan
bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan
bangsa Indonesia.
Berdasarkan
Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda
(1982:13), maka yang menjadi landasan hokum [endidika politik adlaha sebagai
berikut:
“….landasan pendidikan
politik di Indonesia terdiri dari:
a. Landasan ideologis, yaitu
Pancasila
b. Landasan konstitusi, yaitu UUD
1945
c. Landasan operasional, yaitu GBHN
d. Landasan histiris, yaitu Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945”
Landasan
tersebut adiatas merupakan landasan pokok pendidikan politik yang disertai landasan kesejarahan. Hal ini penting
karena warga Negara terutama siswa harus mengetahui sejarah perjuangan bangsa,
agar memiliki jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan 1945.
Tujuan Pendidikan Politik
Tujuan
diadakannya pendidikan politik secara formal terdapat dalam Inpres No.12 Tahun
1982 tentang penidikan politik bagi generasi muda yang menyatakan bahwa:
Tujuan
pendidikan politik adalah merupakan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna
meningkat kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan tujuan
pendidikan politik lainnya adalah menciptakan genarasi muda Indonesia yang
sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 sebagai salah satu usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Dari tujuan
diatas jelaslah bahwa pendidikan politik itu ditujukan pada generasi muda Indonesia untuk meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Bentuk Pendidikan Politik
Keberhasilan
pendidikan politik tidak akan dapat tercapai jika tidak dibarengi dengan usaha
yang nyata dilapangan. Penyelenggaraan pendidikan politik akan erat kaitannya
dengan bentuk pendidikan politik yang akan diterapkan dimasyarakat nantinya.
Oleh karena itu, bentuk pedidikan politik yang dipilih dapat menentukan
keberhasilan dari adanya penyelenggaraan pendidikan politik ini.
Bentuk
pendidikan politik menurut Rusadi Kartaprawira (2004:56) dapat diselenggarakn
antara lain melalui :
1. Bahan
bacaan, seperti surat kabar dan lain-lain bentuk publikasi massa yang biasa
membentuk pendapat umum.
2. Siaran Radio dan Televisi serta
film (audiovisual media)
3. Lembaga atau asosiasi dalam
masyarakat seperti masjid atau gereja tempat menyampaikan kotbah dan juga
lembaga pendidikan formal maupun informal.
Apapun bentuk pendidikan politik
yang akan digunakan dari semua bentuk yang disuguhkan diatas sesungguhnya tidak
menjadi menjadi persoalan. Aspek yang terpenting adalah bahwa untuk pendidikan
politik tersebut mampu untuk memobilisasi simbol-simbol
nasional sehingga pendidikan politik mampu menuju pada arah yang tepat, yaitu
meningkatkan daya pikir dan daya tanggap rakyat terhadap
masalah politik. Selain itu, untuk pendidikan politik yang dipilih harus mampu
meningkatkan rasa keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap
tanah air, bangsa dan Negara.
ANALISIS
Pada
akhir-akhir ini partai politik hanya populer pada saat akan diselenggarakannya
pemilihan umum, hal ini mengindikasikan bahwa partai politik pada saat tidak
adanya hajatan itu cenderung tidak kelihatan aktivitasnya. Hal ini diakibatkan
karena fungsi-fungsi partai politik tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya,
terutama yang berkenaan dengan fungsi yang kedua yaitu sosialisasi atau
pendidikan politik kepada masyarakat.
Sebuah partai
agar mendapat dukungan dari masyarakat, partai tersebut harus mampu membuka
pandangan tentang demokrasi, nilai-nilai kebangsaan dan hak-hak warganegara. Disamping itu partai politik harus mampu menjadikan masyarakat memahami posisinya sebagai
warganegara dan mau berpartisipasi dalam kehidupan politiknya, hal ini
dimaksudkan untuk :
a. meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang demokrasi dan hak-hak warga
negara.
b. memperkenalkan
parpol sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan.
c. memperkenalkan
lembaga-lembaga negara baik yang ada di tingkat pusat maupun daerah.
Jika hal ini
dilakukan dengan baik, maka akan tercipta suatu kondisi dimana partisipasi
masyarakat akan tinggi dalam proses politik, pemerintahan, maupun dalam
pengambilan kebijakan publik.
Ada beberapa alasan mengapa pendidikan politik dan
sosialisasi politik di Indonesia tidak memberi peluang yang cukup untuk
meningkatkan partisipasi politik masyarakat.
- dalam masyarakat kita anak-anak tidak dididik untuk menjadi insan mandiri. Anak-anak bahkan mengalami alienasi dalam politik keluarga. Sejumlah keputusan penting dalam keluarga, termasuk keputusan tentang nasib si anak, merupakan domain orang dewasa. Anak-anak tidak dilibatkan sama sekali. Keputusan anak untuk memasuki sekolah, atau universitas banyak ditentukan oleh orang tua atau orang dewasa dalam keluarga. Demikian juga keputusan tentang siapa yang menjadi pilihan jodoh si anak. Akibatnya anak akan tetap bergantung kepada orang tua. Tidak hanya setelah selesai pendidikan, bahkan setelah memasuki dunia kerja. Hal ini berbeda sekali di barat. Di sana anak diajarkan untuk mandiri dan terlibat dalam diskusi keluarga menyangkut hal-hal tertentu. Di sana, semakin bertambah umur anak, akan semakin sedikit bergantung kepada orang tuanya. Sementara itu di Indonesia sering tidak ada hubungan antara bertambah umur anak dengan tingkat ketergantungan kepada orang tua, kecuali anak sudah menjadi “orang” seperti kedua orang tuanya.
- tingkat politisasi sebagian terbesar masyarakat kita sangat rendah. Di kalangan keluarga miskin, petani, buruh, dan lain sebagainya, tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi, karena mereka lebih terpaku kepada kehidupan ekonomi dari pada memikirkan segala sesuatu yang bermakna politik. Bagi mereka, ikut terlibat dalam sejenisnya, bukanlah skala prioritas yang penting. Oleh karena itu, tingkat sosialisasi politik warga masyarakat seperti ini baru pada tingkat kongnitif, bukan menyangkut dimensi-dimensi yang bersifat evaluatif. Oleh karena itu, wacana tentang kebijakan pemerintah menyangkut masalah penting bagi masyarakat menjadi tidak penting buat mereka. Karena ada hal lain yang lebih penting, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar.
- setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengikuti kehendak negara, termasuk dalam hal pendidikan politik. Jika kita amati, pendidikan politik di Indonesia lebih merupakan sebuah proses penanaman nilai-nilai dan keyakinan yang diyakini oleh penguasa negara. Hal itu terlihat dengan jelas, bahwa setiap individu wajib mengikuti pendidikan politik melalui program-program yang diciptakan pemerintah. Setiap warga negara secara individual sejak usia dini sudah dicekoki keyakinan yang sebenarnya adalah keyakinan kalangan penguasa. Yaitu mereka harus mengikuti sejak memasuki SLTP, kemudian ketika memasuki SMU, memulai kuliah di PT, memasuki dunia kerja, dan lain sebagainya. Proses pendidikan politik melalui media massa, barangkali, sedikit lebih terbuka dan individu-individu dapat lebih leluasa untuk menentukan pilihannya menyangkut informasi yang mana yang dapat dipertanggung-jawabkan ebenaran dan ketepatannya.
Untuk dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat seperti disebutkan diatas, maka partai
politik dapat melakukannya melalui :
1. langsung
terjun ke masyarakat dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat, seperti
halnya PKS dengan program saba desanya dalam upaya memperkenalkan visi, misi, dan tujuan dari
parpol secara khusus dan kehidupan kebangsaan pada umumnya.
2. memberikan
pencerahan pada konstituen tertentu, dalam arti tidak menyangkut pada seluruh
lapisan masyarakat, tapi hanya pada lapisan tertentu masyarakat saja. Hal ini
bisa dilakukan dengan diskusi-diskusi, seminar-seminar, atau pelatihan-pelatihan
dengan menggunakan metode learning by doing terutama dalam memahami
hal-hal yang berkenaan langsung dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Kesimpulan
Dari pembahasan
yang telah dipaparkan diatas, jelaslah bahwa partai politik harus memberikan
pencerahan kepada masyarakat agar partisipasi masyarakat dalam politik
meningkat, dengan tujuan untuk :
- meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang demokrasi dan hak-hak warga negara.
- memperkenalkan parpol sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan.
- memperkenalkan lembaga-lembaga negara baik yang ada di tingkat pusat maupun daerah.
Pencerahan-pencerahan
yang dapat dilakukan oleh partai politik dapat berupa :
1. langsung
terjun ke masyarakat dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat
2. memberikan
pencerahan pada konstituen tertentu, dalam arti tidak menyangkut pada seluruh
lapisan masyarakat, tapi hanya pada lapisan tertentu masyarakat saja
Rekomendasi
- partai politik sebagai sarana untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat, harus benar-benar menjalankan fungsinya. Jangan sampai partai hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan masyarakat sebagai konstituen partai, bila hal ini terjadi siap-siaplah partai ditinggalkan massa.
- masyarakat harus mampu memilih dan memilah partai mana yang benar-benar memperjuangkan aspirasi masyarakat dan mana yang hanya mementingkan kepentingan partainya saja, agar masyarakat tidak terjebak oleh janji-janji manis partai politik.


0 comments